Yohanes Vianei Dore Ola
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.
Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Irwanto (1997 :105) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.
Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.
Penggunaan metode mengajar yang tepat, merupakan suatu alternatif mengatasi masalah rendahnya daya serap siswa terhadap pelajaran fisika, guna meningkatkan mutu pengajaran. Penerapan suatu metode pengajaran harus ditinjau dari segi keefektifan, keefesienan dan kecocokannya dengan karakteristik materi pelajaran serta keadaan siswa yang meliputi kemampuan, kecepatan belajar, minat, waktu yang dimiliki dan keadaan sosial ekonomi siswa sebagai obyek. Sesuai yang dikatakan oleh Rostiyah bahwa setiap jenis metode pengajaran harus sesuai atau tepat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi untuk tujuan yang berbeda guru harus mengadakan teknik penyajian yang berbeda sekaligus untuk mencapai tujuan pengajarannya. (Rostiyah, 1989:2)
Salah satu metode yang diterapkan dalam melibatkan siswa secara aktif, guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah menggunakan metode resitasi. Dalam metode resitasi diharapkan mampu memancing keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Hal ini disebabkan karena siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan harus dipertanggungjawabkan (Nana Sudjana, 1989:82). Metode resitasi adalah suatu metode mengajar dimana siswa diharuskan membuat resume dengan kalimat sendiri. (Djamarah, 2000)
Dalam keberhasilan proses belajar mengajar di samping tugas guru, maka siswa turut memegang peranan yang menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebab bagaimapun baiknya penyajian guru terhadap materi pelajaran, tetapi siswa tidak mempunyai perhatian dalam hal belajar maka apa yang diharapkan sukar tercapai. Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ulangan harian, ulangan umum dan ujian. (Slameto, 1991:88)
Pembelajaran dengan metode mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagai contoh adalah pemberian tugas pada setiap akhir pelajaran dengan harapan aktifitas belajar siswa dapat ditingkatkan, sehingga prestasi belajar siswa dapat pula meningkat. Menurut Harmawati (1993:38). Pemberian tugas pada setiap pertemuan mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan demikian tugas setiap pertemuan menyebabkan siswa termotivasi dalam belajar, disamping itu siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Pada peningkatan prestasi belajar siswa bukan hanya peran guru yang dibutuhkan tetapi siswa sendirilah yang dituntut peran aktif dalam proses belajar mengajar. Salah satu hal yang penting dimiliki oleh siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya adalah penguasaan bahan pelajaran. Siswa yang kurang mengusai bahan pelajaran akan mempunyai nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan siswa yang lebih mengusai bahan pelajaran. Untuk menguasai bahan pelajaran maka dituntut adanya aktifitas dari siswa yang bukan hanya sekedar mengingat, tetapi lebih dari itu yakni memahami, mengaplikasikan, mensistesis, dan mengevaluasi bahan pelajaran.
Perlu disadari bahwa yang diharapkan oleh guru terhadap siswanya adalah bahan pelajaran yang diterima siswa dapat dikuasainya dengan baik. Olehnya itu, maka salah satu cara yang ditempuh adalah tugas yang diberikan oleh guru tidak hanya dikerjakan di kelas yang sempit dan terbatas oleh waktu, akan tetapi perlu dilanjutkan di rumah, di perpustakaan, di laboratorium dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan.
Suryanto (Sutiarso: 2000) mengemukakan bahwa problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah “merumuskan masalah (soal)” atau “membuat masalah (soal)”. Sedangkan menurut Silver (Sutiarso: 2000) bahwa dalam pustaka pendidikan matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit (problem posing sebagai salah satu langkah problem solving). Kedua, problem adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada pada soal yang telah dipecahkan dala rangka mencari alternatif pemecahan lain (sama dengan mengkaji kembali langkah problem solving yang telah dilakukan). Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.
Sedangkan “The Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics merumuskan secara eksplisit bahwa siswa-siswa harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal (masalah) mereka sendiri. Lebih jauh The Professional Standards for Teaching Mathematics menyarankan hal yang penting bagi guru-guru untuk menyusun soal-soal mereka sendiri. Siswa perlu diberi kesempatan merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut (Silver & Cai, 1996).
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan pengertian problem posing adalah perumusan atau pembuatan masalah/soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar